Kamis, 14 Juni 2012

Kasus Pelanggaran Good Corporate Governance oleh PT. Katarina Utama Tbk. berkaitan dengan pasar modal di Indonesia


Latar Belakang Masalah:

PT Katarina Utama Tbk (RINA) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pemasangan, pengujian dan uji kelayakan produk dan peralatan telekomunikasi. Direktur Utama RINA adalah Fazli bin Zainal Abidin. RINA tercatat di BEI sejak 14 Juli 2009. Belum lama ini RINA menggelar penawaran saham perdana kepada publik dengan melepas 210 juta saham atau 25,93% dari total saham, dengan harga penawaran Rp 160,- per lembar saham. Dari hasil IPO, didapatkan dana segar sebesar Rp 33,66 miliar. Rencananya seperti terungkap dalam prospektus perseroan, 54,05% dana hasil IPO akan digunakan untuk kebutuhan modal kerja dan 36,04% dana IPO akan direalisasikan untuk membeli berbagai peralatan proyek.
Pada Agustus 2010 lalu, salah satu pemegang saham Katarina, PT Media Intertel Graha (MIG), dan Forum komunikasi Pekerja Katarina (FKPK) melaporkan telah terjadi penyimpangan dana hasil IPO yang dilakukan oleh manajemen RINA. Dana yang sedianya akan digunakan untuk membeli peralatan, modal kerja, serta menambah kantorcabang, tidak digunakan sebagaimana mestinya. Hingga saat ini manajemen perseroan belum melakukan realisasi sebagaimana mestinya. Dari dana hasil IPO sebesar Rp 33,66 miliar, yang direalisasikan oleh manajemen ke dalam rencana kerja perseroan hanya sebesar Rp 4,62 miliar, sehingga kemungkinan terbesar adalah terjadi penyelewengan dana publik sebesar Rp 29,04 miliar untuk kepentingan pribadi. Selain itu, Katarina diduga telah memanipulasi laporan keuangan audit tahun 2009 dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset perseroan. Bahkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah memutus aliran listrik ke kantor cabang RINA di Medan, Sumatera Utara, karena tidak mampu membayar tunggakan listrik sebesar Rp 9 juta untuk tagihan selama 3 bulan berjalan. Akhirnya Cabang Di Medan ditutup secara sepihak tanpa meyelesaikan hak hak karyawannya. Bahkan selama ini manajemen tidak menyampaikan secara utuh dana jamsostek yang dipotong dari gaji karyawan, ada juga karyawan yang tidak mengikuti jamsostek tetapi gajinya juga ikut dipotong. Bursa menghentikan perdagangan saham RINA sejak awal September 2010. BEI kemudian melimpahkan kasus ini kepada Bapepam-LK untuk ditindaklanjuti.
(Sumber: http://www.scribd.com/doc/52046697/BEDAH-NERACA-PT-KATARINA-UTAMA-TBK)


Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip GCG:

  1. Keadilan/Kewajaran (Fairness)
PT Katarina Utama tidak memperlakukan secara adil para pemangku kepentingan baik primer maupun sekunder, investor tidak diperlakukan secara adil dan tidak ada keadilan pula bagi karyawan, saya mengambil salah satu contoh yang sangat jelas yaitu pada pemotongan gaji untuk asuransi jamsostek para karyawan, telah dipaparkan diatas bahwa para karyawan yang tidak mengikuti  asuransi jamsostek gajinya tetap ikut dipotong tanpa alasan yang jelas. Selain itu cabang RINA di Medan telah melakukan penutupan secara sepihak tanpa menyelesaikan hak hak para karyawan dengan tidak membayar gaji sesuai dengan pengorbanan yang telah mereka berikan kepada PT Katarina Utama, terbukti bahwa manajemen RINA melanggar prinsip Keadilan.

  1. Prinsip Transparansi (Keterbukaan)
PT Katarina Utama tidak menyampaikan informasi dengan benar, seperti yang telah disampaikan diatas Manajemen RINA telah memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset perseroan, sehingga informasi yang diterima oleh para pemangku kepentingan menjadi tidak akurat yang mengakibatkan para pemangku kepentingan seperti investor menjadi salah mengambil keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa PT Katarina Utama telah melanggar prinsip Transparansi (Keterbukaan) dalam penyampaian informasi.

  1. Prinsip Akuntabilitas
Telah terbukti bahwa Katarina Utama tidak merealisasikan dana hasil IPO sesuai dengan prospektus perseroan dan melakukan penyelewengan dana untuk kepentingan pribadi direktur, sehingga terjadi ketidak efektifan kinerja perseroan. Laporan Keuangan yang dihasilkannya pun menjadi tidak akurat dan tidak dapat dipercaya. Hal ini jelas menjadi bukti bahwa PT Katarina Utama gagal dalam menerapkan prinsip akuntabilitas.

  1. Prinsip Responsibilitas (Tanggung Jawab)
PT Katarina Utama Jelas sangat melanggar prinsip Responsibilitas dengan melakukan penyelewengan dana milik investor publik hasil IPO sebesar Rp 29,04 miliar, Manajemen RINA juga tidak meyelesaikan kewajibannya kepada karyawan dengan membayar gaji mereka, selain itu RINA tidak membayar tunggakan listrik sebesar Rp 9 juta untuk tagihan selama 3 bulan berjalan. Berdasarkan informasi yang dihimpun Seputar Indonesia (SI), sebagian besar direksi dan pemangku kepentingan perseroan dikabarkan telah melarikan diri ke luar negeri. Hal ini jelas menggambarkan bahwa RINA melanggar Prinsip Responsibilitas.

  1. Prinsip Kemandirian
Dengan adanya penyelewengan dana hasil IPO membuat perseroan menjadi tidak efektif dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, tidak mampu membayar gaji karyawan, dan tidak mampu membayar tunggakan listrik PLN sehingga menyebabkan ditutupnya cabang PT Katarina Utama di Medan. Hal ini lah yang menyebabkan PT Katarina Utama tidak dapat melaksanakan prinsip kemandirian.


Dampak terhadap Pelanggaran GCG:

  1. Ketidakpercayaan para pemegang saham
  2. Ketidakpercayaan karyawan, munculnya berbagai demo karyawan di berbagai cabang PT Katarina Utama
  3. Ketidakpercayaan Mitra Kerja, penggelembungan nilai aset dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif yang dituduhkan kepada satu pemegang saham Katarina, PT Media Intertel Graha (MIG), membuat mitra kerja tersebut berbalik melaporkan Manajemen RINA dan menimbulkan ketidakpercayaan kepada Manajemen RINA
  4. Ketidakpercayaan Pemerintah, PLN memutus aliran listrik ke kantor cabang RINA di Medan, Sumatera Utara, karena tidak mampu membayar tunggakan listrik sebesar Rp 9 juta untuk tagihan selama 3 bulan berjalan
  5. Bursa menghentikan perdagangan saham RINA sejak awal September 2010
  6. Tidak berjalannya kegiatan operasional perusahaan karena perusahaan tidak mampu membiayai kegiatan operasional sehingga tidak ada pemasukan bagi perusahaan, bahkan kantor cabang RINA di Medan akhirnya ditutup.